UPAYA
DETEKSI DINI OLEH INTELKAM POLRI
TERHADAP
JARINGAN KELOMPOKRADIKALISME DAN TERORISME
DI
INDONESIA
I.
PENDAHULUAN
Perkembangan situasi
dan kondisi kamtibmas pasca Orde baru bersamaan dengan era millennium III serta
dampak globalisasi melalui transparansi dalam system demokrasi. Karakteristik
gangguan kamtibmas mengalami inovasi dengan adanya perkembangan IPTEK dalam hal komunikasi. Dampak negatifnya yaitu
melalui penyalahgunaan cybernation=automation through the use of computer
sebagai sarana prasarana system. Salah satu gangguan kamtibmas yang sedang
trend dan menjadi ancaman yaitu aksi terorisme berkembang.
Diawali dengan adanya
serangan terorisme di gedung WTC USA pada September 2001 merupakan terror yang
begitu mengerikan. Selain itu di berbagai Negara terjadi adanya serangan bom
bunuh diri, di Indonesia yang paling mengerikan adalah peristiwa Bom bali yang
merenggut banyak nyawa. Tugas polri untuk mengantisipasi kejahatan terorisme
sampai saat ini masih terus dilaksanakan khususnya oleh Detasemen Khusus 88.
Banyak pengungkapan jaringan-jaringan teroris yang sudah dilakukan. Akhir-akhir
ini di wilayah bekasi ,densus 88 berhasil menangkap jaringan ISIS pimpinan
Bahrun Naim, tersangka yang diamankan mengaku akan meledakkan bom di istana
Negara. Jaringan ini sudah sangat canggih dalam melakukan komunikasinya dengan
basis teknologi informasi, pengumpulan dana untuk membiayai terror di dapat
dari jaringannya, selain itu dalam merakit bom jaringan ini sudah memiliki
kemampuan yang luar biasa meningkat.
Dengan adanya
penegasan oleh Presiden Jokowi pada peringatan mauled nabi Muhammad saw 1437,
presiden menyatakan tidak ada ruang sekecil apapun di Indonesia bagi terorisme,
hal ini menjadi perintah kepada Polri untuk mengantisipasinya. Selain densus 88
sebagai penindak terorisme secara khusus, untuk upaya deteksi dini peran Polri
khususnya Fungsi Intelkam untuk mengintensifkan aktivitas deteksi dini terhadap
aneka factor potensial dari tengah-tengah masyarakat, interaksi antar individu
dengan komunitas yang teridentifikasi menjadi pengikut paham radikal yang
mengarah kepada jaringan terorisme. Hal ini sebagai early warning kepada
pimpinan Polri baik tingkat Polsek,polres,polda dan mabes Polri.
II.
PETA
PERKEMBANGAN ISIS DI INDONESIA
Secara umum, dalam peta kelompok militan di Indonesia
terjadi perubahan yang cukup signifikan, dimana jaringan JI lama yang tadinya
berafiliasi dengan Al-Qaeda mulai terjadi reorganisasi terutama setelah Islamic
State/ ISIS mendeklarasikan kekhilafahanya di Mossul pada tahun 2014 silam.
Didalam Peta tersebut sudah tidak lagi mencantumkan pointers tenang JI dan
Al-Qaeda namun lebih kepada relasi Trio Indonesia yang ada di Suriah dan dekat
dengan elite ISIS di Raqqah (pusat administrasi ISIS) Suriah.
Dinamika yang terjadi sebelum dan sesudah peristiwa
serangan teror di Jalan Thamrin, dimana salah satu pelakunya yang sudah
meninggal yakni Sunakim yang sebelumnya adalah mantan napi teror mendapatkan
motivasi dan radikalisasi ulang dari Aman Abdurrahman yang saat ini masih
ditahan di Lapas Kembang Kuning, Kompleks Nusa Kambangan dan tertera didalam
peta diatas. Aman Abdurrahman adalah seorang khatib eksentrik yang terjerat
dengan UU No. 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme dikarenakan
terbukti secara sah dan meyakinkan menyimpan amunisi di rumahnya di depok dan
memiliki hubungan dengan pelatihan militer di Bukit Jalin Jantho, Aceh. Saat
ini Aman Abdurrahman dipercaya sebagai ideolog utama ISIS dan memiliki garis
link-up hingga ke Elite ISIS di Suriah.
III.
UPAYA
DETEKSI DINI INTELKAM POLRI TERHADAP ANCAMAN TERORISME
A.
Sistem
Deteksi Dini Intelkam Polri
Salah satu tugas intelkam adalah Sebagai Mata dan Telinga
kesatuan Polri yang berkewajiban melaksanakan deteksi dini dan memberikan
peringatan masalah dan perkembangan masalah dan perubahan kehidupan sosial
dalam masyarakat terkait terorisme. Serta dapat mengidentifikasi ancaman,
gangguan, atau hambatan terhadap Kamtibmas. Pada hakekatnya system deteksi dini
ini bertitik tolak dari dasar-dasar pelaksanaan tugas Intelpampol. Sistem
Deteksi Intelpampol dapat dilihat dari subyek penyelenggaranya, metoda yang
dipakai serta obyek sasarannya :
a. Subyek
Deteksi
Intelpampol diselenggarakan melalui jaringan Intelpampol di atas permukaan
(jaringan Intelpampol struktural formal) mulai dari tingkat Polsek sampai
dengan tingkat Mabes Polri dengan menetapkan Polsek sebagai Basis Deteksi
Intelpampol, Polres sebagai Basis Operasional dan Polwil ke atas memberikan
Back Up Operasional.
b. Metoda
Metode
yang dipergunakan dalam penyelenggaraan deteksi Intelpampol dengan
mempergunakan Pola HTCK yang berlaku sesuai dengan Juklak HTCK meliputi HTCK
Vertikal, Horizontal, Diagonal dan Lintas Sektoral serta HTCK dalam kaitan
Intelijen Komuniti dimana dalam pengumpulan bahan keterangan dilakukan melalui
3 jalur yaitu jalur struktural formal, jalur opsnal dan jalur jaringan bawah
permukaan.
B.
Deteksi
Dini Intelkam Polri Untuk Mendeteksi Terorisme di Indonesia
Setiap informasi yang diberikan anggota intelkam polri
yang bertujuan memberikan masukan kepada pimpinan secara berjenjang untuk melakukan deteksi dini
terhadap ancaman pelaku terror ,tidak semata-mata diberikan secara mentah,
tetapi melalui tahapan-tahapan pengolahan dengan analisa yang tinggi. Proses
Analisis Intelijen meliputi :
1) Pengumpulan
Bahan/Data jaringan terorisme
Bahan/data dikumpulkan dari sumber data terbuka dan
tertutup yang sudah direncanakan dalam analisis sumber yang akurat.
Pengumpulan ini bertujuan menilai kualitas dan kuantitas data yang dapat
digunakan. Apabila ada kekurangan/kekosongan data perlu diminta kepada badan
pengumpul di lapangan, hal ini tentu memerlukan waktu dan analisis terikat pada
waktu penyerahan tulisan Intelijen kepada pengguna. Ini berisi tentang jaringan
terorisme di wilayah Indonesia untuk di laporkan kepada pimpinan secara
berjenjang, hal yang dilakukan oleh intelkam polri yaitu meliputi :
(a) Penyelidikan
intelejen yaitu segala usaha pekerjaan dan kegiatan yang dilaksanakan secara
berencana dan terarah untuk mencari , mengumpulkan , mengolah dan menafsirkan
bahan keterangan yang di butuhkan dalam bidang IPOLEKSOSOBUDKAM dan kemudian
menyampaikannya kepada pimpinan atau pihak2 yang berwenang guna memungkinkan
untuk membuat suatu perencanaan atau pemikiran mengenai masalah yang di hadapi
sehingga dapat di tentukan kebijaksanaan dan tindakan resiko yang telah di
perhitungkan. Bahan keterangan adalah tanda2 , gejala2 , fakta dan masalah ,
peristiwa sebagai hasil usaha mempelajari , mengetahui , menghayati , dengan
menggunakan panca indera tentang sesuatu situasi dan kondisi. Informasi adalah
bahan keterangan yang masih mentah dan memerlukan pengolahan lebih lanjut.
(b) Penyelidikan
terbuka meliputi : penelitian/riset, wawancara/interview, interogasi khususnya
pada jaringan kelompok-kelompok terorisme, meliputi informasi dari masyarakat
dan informasi teknologi.
(c) Penyelidikan
tertutup yaitu pengamatan dan penggambaran, eliciting, penjejakan/surveillance,
penyusupan, penyadapan dan penyurupan terhadap jaringan kelompok-kelompok
radikal dan terorisme. Hal ini bisa melalui informan, informasi dari masyarakat
dan IT.
(d) Sasaran
berupa jaringan kelompok radikal dan terorisme, teknologi informasi, senjata
api, bahan peledak dan bahan berbahaya, kegiatan produksi , impor /ekspor ,
perdagangan , dokumen kepemilikan , penyimpanan senjata api dan bahan peledak
non organik TNI /POLRI serta bahan berbahaya lainnya kegiatan pengangkutan ,
penggunaan pemusnahan senjata api dan bahan peledak serta bahan berbahaya
lainnya yang berkaitan dengan terorisme.
(e) Tujuan
deteksi yaitu terhindarnya peredaran senjata api & bahan peledak non
organik TNI / POLRI serta bahan berbahaya lainnya secara illegal, meluasnya
faham radikal dan jaringan teroris baik melalui media elektronik dan secara
langsung di masyarakat.
(f) Ancaman
terorisme berupa penyebaran faham radikalisme melalui media social, pembuatan /
produksi senjata api bahan peledak secara illegal, pemalsuan dokumen pendukung
impor / ekspor senjata api bahan peledak, perdagangan gelap senjata api bahan
peledak serta bahan berbahaya lainnya, pemalsuan dokumen izin kepemilikan
senjata api bahan peledak serta bahan berbahaya lainnya,penyelundupan senjata
api bahan peledak serta bahan berbahaya lainnya dari luar negeri, penggunaan
senjata api bahan peledak oleh kelompok ekstrim / sparatis / teroris,
pembunuhan , pencurian dengan kekerasan , ancaman dengan kekerasan &
penganiayaan berat dengan menggunakan senjata api illegal, penggunaan senjata
api bahan peledak untuk kepentingan lain
(g) Tehnik
dan taktik deteksi yaitu melaui monitoring dimasyarakat baik secara langsung
maupun melalui media social, selain itu kegiatan penggunaan senjata api senjata
api , bahan peledak & bahan berbahaya kegiatan produksi , perdagangan
kegiatan penyelundupan senjata api , bahan peledak dari luar negeri,kegiatan
kelompok ekstrim / sparatis / teroris yang menggunakan senjata api & bahan
peledak secara illegal, pengamanan langsung secara tertutup terhadap kegiatan
yang dilakukan sasaran, pengamanan tidak langsung pengamanan secara
administratif pengeluaran senjata api , bahan peledak & bahan berbahaya
yang dipakai oleh jaringan terror.
2) Analisis
data jaringan kelompok radikal dan terorisme
Dalam langkah ini, analisis harus memberi arti dari semua
data dan berusaha menempatkan semua kepingan data bersama-sama, sehingga
tergambar mosaik dan menguji keabsahan hipotesa yang dibuat dalam mendeteksi
jaringan terorisme di indonesia . Keabsahan Hipotesa tersebut diterima
melalui percobaan, dan keyakinan tentang kebenarannya bertambah ketika
implikasi yang ditelusuri sesuai dengan kenyataan. Proses analisis mempunyai
dua tujuan langsung yaitu :
1). Untuk mencari kebenaran factual tentang
jaringan terorisme di Indonesia.
2). Untuk menciptakan hubungan diantara masalah
tersebut tentang informasi teknologi yang berkaitan dengan jaringan terorisme.
3). Memberikan
saran kepada pimpinan untuk tindakan yang diambil untuk antisipasi
berkembangnya faham radikal dan jaringan teroris.
IV.
UPAYA
PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA TERORISME KHUSUSNYA OLEH DENSUS 88 POLRI
Detasemen
Khusus Antiterorisme88 Kepolisian Republik Indonesia, khususnya Detasemen
Khusus Antiterorisme 88 (Densus 88) yang dibentuk melalui Surat Keputusan
Kapolri No. 30/VI/2003 tertanggal 20 Juni 2003, adalah ujung tombak
pendeteksian, pencegahan, dan penindakan terorisme di Indonesia. Secara
organisasional, pada awalnya Densus 88 AT berada di Mabes Polri, di bawah Badan
Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri yang dipimpin oleh Kepala Densus
88 AT Polri dengan pangkat Brigadir Jenderal Polisi dan di bawah Direktorat
Serse (Ditserse) dipimpin oleh perwira menengah polisi.
Densus
88 AT Polri memiliki empat pilar pendukung operasional setingkat subdetasemen
(Subden), yakni Subden Intelijen, Subden Penindakan, Subden Investigasi, dan
Subden Perbantuan. Di bawah Subden, terdapat unit-unit yang menjadi pondasi
pendukung bagi operasional Densus 88 AT Polri, misalnya Unit Analisa, Deteksi,
Unit Kontra Intelijen pada Subden Intelijen, Unit Negoisasi, Pendahulu, Unit
Penetrasi, dan Unit Jihandak pada Unit Penindakan, dan Unit Olah TKP, Unit
Riksa, dan Unit Bantuan Teknis pada Subden Investigasi, serta Unit Bantuan
Operasional dan Unit Bantuan Administrasi pada Subden Pembantuan.
*****
No comments:
Post a Comment