Friday, April 7, 2017

UPAYA DETEKSI DINI OLEH INTELKAM POLRI
TERHADAP JARINGAN KELOMPOKRADIKALISME DAN TERORISME
DI INDONESIA

              I.          PENDAHULUAN
Perkembangan situasi dan kondisi kamtibmas pasca Orde baru bersamaan dengan era millennium III serta dampak globalisasi melalui transparansi dalam system demokrasi. Karakteristik gangguan kamtibmas mengalami inovasi dengan adanya perkembangan IPTEK  dalam hal komunikasi. Dampak negatifnya yaitu melalui penyalahgunaan cybernation=automation through the use of computer sebagai sarana prasarana system. Salah satu gangguan kamtibmas yang sedang trend dan menjadi ancaman yaitu aksi terorisme berkembang.
Diawali dengan adanya serangan terorisme di gedung WTC USA pada September 2001 merupakan terror yang begitu mengerikan. Selain itu di berbagai Negara terjadi adanya serangan bom bunuh diri, di Indonesia yang paling mengerikan adalah peristiwa Bom bali yang merenggut banyak nyawa. Tugas polri untuk mengantisipasi kejahatan terorisme sampai saat ini masih terus dilaksanakan khususnya oleh Detasemen Khusus 88. Banyak pengungkapan jaringan-jaringan teroris yang sudah dilakukan. Akhir-akhir ini di wilayah bekasi ,densus 88 berhasil menangkap jaringan ISIS pimpinan Bahrun Naim, tersangka yang diamankan mengaku akan meledakkan bom di istana Negara. Jaringan ini sudah sangat canggih dalam melakukan komunikasinya dengan basis teknologi informasi, pengumpulan dana untuk membiayai terror di dapat dari jaringannya, selain itu dalam merakit bom jaringan ini sudah memiliki kemampuan yang luar biasa meningkat.
Dengan adanya penegasan oleh Presiden Jokowi pada peringatan mauled nabi Muhammad saw 1437, presiden menyatakan tidak ada ruang sekecil apapun di Indonesia bagi terorisme, hal ini menjadi perintah kepada Polri untuk mengantisipasinya. Selain densus 88 sebagai penindak terorisme secara khusus, untuk upaya deteksi dini peran Polri khususnya Fungsi Intelkam untuk mengintensifkan aktivitas deteksi dini terhadap aneka factor potensial dari tengah-tengah masyarakat, interaksi antar individu dengan komunitas yang teridentifikasi menjadi pengikut paham radikal yang mengarah kepada jaringan terorisme. Hal ini sebagai early warning kepada pimpinan Polri baik tingkat Polsek,polres,polda dan mabes Polri.

            II.          PETA PERKEMBANGAN ISIS DI INDONESIA
Secara umum, dalam peta kelompok militan di Indonesia terjadi perubahan yang cukup signifikan, dimana jaringan JI lama yang tadinya berafiliasi dengan Al-Qaeda mulai terjadi reorganisasi terutama setelah Islamic State/ ISIS mendeklarasikan kekhilafahanya di Mossul pada tahun 2014 silam. Didalam Peta tersebut sudah tidak lagi mencantumkan pointers tenang JI dan Al-Qaeda namun lebih kepada relasi Trio Indonesia yang ada di Suriah dan dekat dengan elite ISIS di Raqqah (pusat administrasi ISIS) Suriah.
Dinamika yang terjadi sebelum dan sesudah peristiwa serangan teror di Jalan Thamrin, dimana salah satu pelakunya yang sudah meninggal yakni Sunakim yang sebelumnya adalah mantan napi teror mendapatkan motivasi dan radikalisasi ulang dari Aman Abdurrahman yang saat ini masih ditahan di Lapas Kembang Kuning, Kompleks Nusa Kambangan dan tertera didalam peta diatas. Aman Abdurrahman adalah seorang khatib eksentrik yang terjerat dengan UU No. 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme dikarenakan terbukti secara sah dan meyakinkan menyimpan amunisi di rumahnya di depok dan memiliki hubungan dengan pelatihan militer di Bukit Jalin Jantho, Aceh. Saat ini Aman Abdurrahman dipercaya sebagai ideolog utama ISIS dan memiliki garis link-up hingga ke Elite ISIS di Suriah.

           III.          UPAYA DETEKSI DINI INTELKAM POLRI TERHADAP ANCAMAN TERORISME 
A.           Sistem Deteksi Dini Intelkam Polri
Salah satu tugas intelkam adalah Sebagai Mata dan Telinga kesatuan Polri yang berkewajiban melaksanakan deteksi dini dan memberikan peringatan masalah dan perkembangan masalah dan perubahan kehidupan sosial dalam masyarakat terkait terorisme. Serta dapat mengidentifikasi ancaman, gangguan, atau hambatan terhadap Kamtibmas. Pada hakekatnya system deteksi dini ini  bertitik tolak dari dasar-dasar pelaksanaan tugas Intelpampol. Sistem Deteksi Intelpampol dapat dilihat dari subyek penyelenggaranya, metoda yang dipakai serta obyek sasarannya :
a.    Subyek
Deteksi Intelpampol diselenggarakan melalui jaringan Intelpampol di atas permukaan (jaringan Intelpampol struktural formal) mulai dari tingkat Polsek sampai dengan tingkat Mabes Polri dengan menetapkan Polsek sebagai Basis Deteksi Intelpampol, Polres sebagai Basis Operasional dan Polwil ke atas memberikan Back Up Operasional.
b.    Metoda
Metode yang dipergunakan dalam penyelenggaraan deteksi Intelpampol dengan mempergunakan Pola HTCK yang berlaku sesuai dengan Juklak HTCK meliputi HTCK Vertikal, Horizontal, Diagonal dan Lintas Sektoral serta HTCK dalam kaitan Intelijen Komuniti dimana dalam pengumpulan bahan keterangan dilakukan melalui 3 jalur yaitu jalur struktural formal, jalur opsnal dan jalur jaringan bawah permukaan.

B.         Deteksi Dini Intelkam Polri Untuk Mendeteksi Terorisme di Indonesia
Setiap informasi yang diberikan anggota intelkam polri yang bertujuan memberikan masukan kepada pimpinan  secara berjenjang untuk melakukan deteksi dini terhadap ancaman pelaku terror ,tidak semata-mata diberikan secara mentah, tetapi melalui tahapan-tahapan pengolahan dengan analisa yang tinggi. Proses Analisis Intelijen meliputi :
1)  Pengumpulan Bahan/Data jaringan terorisme
Bahan/data dikumpulkan dari sumber data terbuka dan tertutup yang sudah direncanakan dalam analisis sumber yang akurat.  Pengumpulan ini bertujuan menilai kualitas dan kuantitas data yang dapat digunakan. Apabila ada kekurangan/kekosongan data perlu diminta kepada badan pengumpul di lapangan, hal ini tentu memerlukan waktu dan analisis terikat pada waktu penyerahan tulisan Intelijen kepada pengguna. Ini berisi tentang jaringan terorisme di wilayah Indonesia untuk di laporkan kepada pimpinan secara berjenjang, hal yang dilakukan oleh intelkam polri yaitu meliputi :
(a)  Penyelidikan intelejen yaitu segala usaha pekerjaan dan kegiatan yang dilaksanakan secara berencana dan terarah untuk mencari , mengumpulkan , mengolah dan menafsirkan bahan keterangan yang di butuhkan dalam bidang IPOLEKSOSOBUDKAM dan kemudian menyampaikannya kepada pimpinan atau pihak2 yang berwenang guna memungkinkan untuk membuat suatu perencanaan atau pemikiran mengenai masalah yang di hadapi sehingga dapat di tentukan kebijaksanaan dan tindakan resiko yang telah di perhitungkan. Bahan keterangan adalah tanda2 , gejala2 , fakta dan masalah , peristiwa sebagai hasil usaha mempelajari , mengetahui , menghayati , dengan menggunakan panca indera tentang sesuatu situasi dan kondisi. Informasi adalah bahan keterangan yang masih mentah dan memerlukan pengolahan lebih lanjut.
(b)  Penyelidikan terbuka meliputi : penelitian/riset, wawancara/interview, interogasi khususnya pada jaringan kelompok-kelompok terorisme, meliputi informasi dari masyarakat dan informasi teknologi.
(c)  Penyelidikan tertutup yaitu pengamatan dan penggambaran, eliciting, penjejakan/surveillance, penyusupan, penyadapan dan penyurupan terhadap jaringan kelompok-kelompok radikal dan terorisme. Hal ini bisa melalui informan, informasi dari masyarakat dan IT.
(d)  Sasaran berupa jaringan kelompok radikal dan terorisme, teknologi informasi, senjata api, bahan peledak dan bahan berbahaya, kegiatan produksi , impor /ekspor , perdagangan , dokumen kepemilikan , penyimpanan senjata api dan bahan peledak non organik TNI /POLRI serta bahan berbahaya lainnya kegiatan pengangkutan , penggunaan pemusnahan senjata api dan bahan peledak serta bahan berbahaya lainnya yang berkaitan dengan terorisme.
(e)  Tujuan deteksi yaitu terhindarnya peredaran senjata api & bahan peledak non organik TNI / POLRI serta bahan berbahaya lainnya secara illegal, meluasnya faham radikal dan jaringan teroris baik melalui media elektronik dan secara langsung di masyarakat.
(f)   Ancaman terorisme berupa penyebaran faham radikalisme melalui media social, pembuatan / produksi senjata api bahan peledak secara illegal, pemalsuan dokumen pendukung impor / ekspor senjata api bahan peledak, perdagangan gelap senjata api bahan peledak serta bahan berbahaya lainnya, pemalsuan dokumen izin kepemilikan senjata api bahan peledak serta bahan berbahaya lainnya,penyelundupan senjata api bahan peledak serta bahan berbahaya lainnya dari luar negeri, penggunaan senjata api bahan peledak oleh kelompok ekstrim / sparatis / teroris, pembunuhan , pencurian dengan kekerasan , ancaman dengan kekerasan & penganiayaan berat dengan menggunakan senjata api illegal, penggunaan senjata api bahan peledak untuk kepentingan lain
(g)  Tehnik dan taktik deteksi yaitu melaui monitoring dimasyarakat baik secara langsung maupun melalui media social, selain itu kegiatan penggunaan senjata api senjata api , bahan peledak & bahan berbahaya kegiatan produksi , perdagangan kegiatan penyelundupan senjata api , bahan peledak dari luar negeri,kegiatan kelompok ekstrim / sparatis / teroris yang menggunakan senjata api & bahan peledak secara illegal, pengamanan langsung secara tertutup terhadap kegiatan yang dilakukan sasaran, pengamanan tidak langsung pengamanan secara administratif pengeluaran senjata api , bahan peledak & bahan berbahaya yang dipakai oleh jaringan terror.
2)  Analisis data jaringan kelompok radikal dan terorisme
Dalam langkah ini, analisis harus memberi arti dari semua data dan berusaha menempatkan semua kepingan data bersama-sama, sehingga tergambar mosaik dan menguji keabsahan hipotesa yang dibuat dalam mendeteksi jaringan terorisme di indonesia .  Keabsahan Hipotesa tersebut diterima melalui percobaan, dan keyakinan tentang kebenarannya bertambah ketika implikasi yang ditelusuri sesuai dengan kenyataan. Proses analisis mempunyai dua tujuan langsung yaitu :
1).  Untuk mencari kebenaran factual tentang jaringan terorisme di Indonesia.
2).  Untuk menciptakan hubungan diantara masalah tersebut tentang informasi teknologi yang berkaitan dengan jaringan terorisme.
3).   Memberikan saran kepada pimpinan untuk tindakan yang diambil untuk antisipasi berkembangnya faham radikal dan jaringan teroris.

          IV.                UPAYA PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA TERORISME KHUSUSNYA OLEH DENSUS 88 POLRI
Detasemen Khusus Antiterorisme88 Kepolisian Republik Indonesia, khususnya Detasemen Khusus Antiterorisme 88 (Densus 88) yang dibentuk melalui Surat Keputusan Kapolri No. 30/VI/2003 tertanggal 20 Juni 2003, adalah ujung tombak pendeteksian, pencegahan, dan penindakan terorisme di Indonesia. Secara organisasional, pada awalnya Densus 88 AT berada di Mabes Polri, di bawah Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri yang dipimpin oleh Kepala Densus 88 AT Polri dengan pangkat Brigadir Jenderal Polisi dan di bawah Direktorat Serse (Ditserse) dipimpin oleh perwira menengah polisi.
Densus 88 AT Polri memiliki empat pilar pendukung operasional setingkat subdetasemen (Subden), yakni Subden Intelijen, Subden Penindakan, Subden Investigasi, dan Subden Perbantuan. Di bawah Subden, terdapat unit-unit yang menjadi pondasi pendukung bagi operasional Densus 88 AT Polri, misalnya Unit Analisa, Deteksi, Unit Kontra Intelijen pada Subden Intelijen, Unit Negoisasi, Pendahulu, Unit Penetrasi, dan Unit Jihandak pada Unit Penindakan, dan Unit Olah TKP, Unit Riksa, dan Unit Bantuan Teknis pada Subden Investigasi, serta Unit Bantuan Operasional dan Unit Bantuan Administrasi pada Subden Pembantuan.


*****

No comments:

Post a Comment

PENANGGULANGAN PEREDARAN NARKOBA DI INDONESIA 1. Beberapa faktor yang menjadikan Indonesia sebagai sasaran peredaran gelap narkoba band...