ANALISIS
SOSIOLOGI TERKAIT EKSKALASI DEMO KENAIKAN BBM 2012
Kebijakan
pemerintah dengan menaikkan harga BBM, jika dianalisa menggunakan teori SOAR
yang dikemukanan oleh Stavros, Cooperrider dan Kelly, dengan upaya
mengoptimalkan kekuatan penyelidikan (inquiry), imajinasi, inovasi dan
inspirasi. Maka pemerintah menggerakkan seluruh sumber daya yang dimilikinya
untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik, yaitu :
1.
STRENGTHS (Kekuatan)
Analisa
kekuatan Pemerintah dalam dalam rangka menaikan harga BBM di Indonesia yaitu : Meningkatnya
kesulitan hidup masyarakat yang dikategori sebagai masyarakat miskin, bertambahnya
jumlah penduduk yang dikategorikan sebagai hampir miskin, kenaikan BBM seakan
menjadi titik puncak protes masyarakat kepada pemerintah, demonstrasi dijalanan
menjadi cara yang dianggap terbaik untuk mendesakkan pendapat dan kepentingan,
protes tersebut menunjukkan perbedaan sikap antara partai politik dengan
konstituennya.
2.
OPPORTUNITIES (Peluang)
Kebijakan
pemerintah dalam menaikan harga BBM perlu dijadikan momentum untuk mendekatkan
pemerintah dengan masyarakat. Mendorong partai politik untuk lebih meningkatkan
hubungan antara lembaga-lembaga pemerintah yang ada di Indonesia. Masyarakat
dan partai politik untuk mengembangkan praktek demokrasi konsensual dari pada
sekedar prosedural.
3.
ASPIRATIONS (Aspirasi)
Urgensi
untuk mengidentifikasi dampak social dan budaya perlu ditindak lanjuti oleh
pemerintah, tujuannya untuk melakukan antisipasi, mengawal dan memperkuat
kebijakan dalam rangka kenaikan BBM. Karena kebijakan ini maka masyarakat, LSM,
dan ORMAS turun untuk melaksanakan demonstrasi menyampaikan aspirasi dan menantang
kebijakan tersebut.
4.
RESULTS (Solusi)
Kebijakan
kenaikan harga BBM perlu dilihat sebagai upaya pemerintah demokratis untuk
melindungi rakyat dari konsekuensi lanjutan sebagai solusi atas persoalan APBN.
Selain itu juga menyiapkan kebijakan antisipatif untuk menanggulangi kenaikan
BBM. Masyarakat mengekpresikan pendapatnya melalui berbagai cara dan bentuk,
berbagai kritik muncul dengan bermacam-macam argumentasi disertai dengan bukti.
Tidak ada keraguan mengenai ekspresi demokratis masyarakat untuk mempengaruhi
ketetapan pemerintah. Kondisi ini memperlihatkan praktek demokrasi kita tidak
hanya bersifat prosedural, tetapi juga konsensual, dengan demikian tujuan dalam
kebijakan untuk menaikan harga BBM sangatlah menguntungkan khas Negara.
Demonstrasi
atas kenaikan BBM yang dilakukan mahasiswa, jika dianalisis menggunakan teori
konflik Dehrendorf dapat disimpulkan masih abu-abu. Sebab sampai saat ini belum
terlihat jelas faktor atau sumbu yang menjadi pemicu utama kekesalan masyarakat
terhadap kebijakan pemerintah tersebut. Tingkat eskalasi dan anarkhi gerakan
unjuk rasa mahasiswa belum memiliki dua dimensi yaitu adanya gejala deprivasi
yang berkepanjangan dan belum adanya soliditas maupun solidaritas kelompok-kelompok
yang terpinggirkan didalam masyarakat. Dua dimensi ini dipakai untuk mengukur
kemungkinan eskalasi dan kemungkinan anarkhi. Pertanyaannya Apakah benar, para
buruh atau pedagang kaki lima tidak puas terhadap pemerintah akibat menaikkan
harga BBM? Atau ketidakpuasan ini sudah terorganisir oleh kelompok tertentu?
Semuanya sampai detik ini masih susah diraba.
Namun
seyogianya, demonstrasi, bisa menimbulkan efek yang sangat dasyat jika disertai
dengan kekesalan yang muncul dari masyarakat kelas bawah dan menengah. Baik itu
karena represif aparat keamanan, maupun kehidupan yang semakin menghimpit.
Kekesalan ini bisa menjadi bahan bakar utama jika demonstrasi itu terorganisir.
Artinya, harus ada yang menjadi pemimpin gerakan menentang kebijakan
pemerintah, akumulasi kekesalan yang terorganisir bisa menjadi bom waktu bagi
lahirnya demonstrasi besar-besaran.
Demonstrasi
mahasiswa saat ini masih mengklaster dan tidak melebar pada khalayak luas,
seperti ada sebagian mahasiswa yang ikut demonstrasi tapi sebagian tidak. Demonstrasi
itu akan bisa berlangsung lama jika ada yang mendanai. Namun, saat ini belum
terlihat siapa yang punya kepentingan di balik demonstrasi tersebut. Tapi
karena agenda Pilpres, sulit dielakkan bahwa partai-partai politik mulai saling
menjegal dan memanfaatkan segala kesempatan untuk saling menjatuhkan.
No comments:
Post a Comment