PENANGGULANGAN PEREDARAN NARKOBA DI INDONESIA
1. Beberapa faktor yang menjadikan Indonesia sebagai sasaran
peredaran gelap narkoba bandar Nasional dan Internasional:
a. Tingginya Jumlah Penyalahguna Narkoba
Prevalensi penyalahguna narkoba di Indonesia berdasarkan hasil
survey BNN pada tahun 2015 adalah 2,18 persen atau setara dengan 4,2 juta jiwa.
Dari jumlah 4,2 juta tersebut, 1,6 juta tercatat dalam tahap coba pakai, 1,4
juta orang pemakai teratur, dan 943 ribu orang merupakan pecandu narkotika
(pengguna tetap).
Pada kasus ini berlaku hukum ekonomi yakni dimana permintaan
yang tinggi akan berpengaruh pada penawaran yang juga tinggi. Penyalahguna
narkotika berasal dari berbagai kalangan mulai dari pelajar, pekerja, hingga
pengangguran. Pelajar penyalahguna narkotika tercatat sebanyak 27,32 persen,
sementara jumlah pekerja yang memakai narkotika sebanyak 50,34 persen,
dan 22,34 persen adalah pemakai narkotika dari kalangan yang tidak bekerja atau
pengangguran.
Estimasi kebutuhan narkotika ilegal di Indonesia untuk narkotika
jenis ganja 158 juta gram, Sabu 219 juta gram dan Ekstasi 14 juta butir. Inilah
kemudian yang menjadikan Indonesia sebagai pasar potensial peredaran gelap
narkotika. Dari data tersebut diatas, tak heran bila Indonesia menjadi
sasaran empuk bagi pengedar narkotika sindikat internasional untuk memproduksi
narkotika dalam jumlah yang besar untuk dijual di Indonesia.
Diperkirakan, sebanyak 12.044 orang per tahun mengkonsumsi
narkoba dalam dosis berlebih, lebih dari satu jenis narkoba secara bersamaan,
dan menggunakan narkoba setelah lama berhenti. Tercatat 33 orang per hari
meninggal akibat dampak penyalahgunaan narkotika. (sumber: laporan akhir
tahun BNN)
b. Pengawasan Jalur laut, pelabuhan dan Bandara Yang Belum
Maksimal
Berdasarkan laporan kepala Bea dan Cukai pada tahun 2015,
penyelundupan narkotika melalui jalur udara makin menurun, yakni 48 kali.
Sedangkan angka penyelundupan melalui jalur laut meningkat tajam, yaitu 59
kali. Ini mengindikasikan bahwa jalur laut menjadi primadona bagi sindikat
internasional untuk menyelundupkan narokoba di Indonesia.
Jalur ini menjadi sangat rawan sebab pengawasannya lebih lemah
dibandingkan jalur udara. Pelabuhan yang seringkali digunakan oleh sindikat
adalah pelabuhan tikus atau yang sering kita kenal pelabuhan tradisional. Namun
mereka sering kali masuk menggunakan pelabuhan resmi berskala internasional
seperti pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, Pelabuhan Tanjung Emas di Semarang
dan Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya dan lain-lain.
Sebagai contoh, pada 14 Mei 2012, BNN menggagalkan upaya
penyelundupan 1,4 juta butir esktasi milik bandar besar Fredy Budiman di
pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Yang paling menghebohkan adalah
pengungkapan 840 kg Sabu di kawasan Lotte Mart, Taman Surya, Kalideres,
Jakarta Barat. Kasus ini sekaligus menjadi tangkapan terbesar di Asia oleh BNN.
Berdasarkan penelusuran BNN, barang haram tersebut masuk melalui pelabuhan
Dadap, Tangerang. Buronan 7 (tujuh) negara bernama Wong Chi Ping akhirnya
dilumpuhkan oleh BNN.
Kasus terbesar lainnya yang diungkap oleh BNN adalah penyitaan
100 kg Sabu yang disembunyikan dalam mesin genset di sebuah gudang milik CV
Jepara Raya Internasional (JRI) di Dukuh Sorogen, Kecamatan Batealit, Jepara,
Jawa Tengah. Berdasarkan penelusuran tim penyidik BNN, barang haram
tersebut masuk melalui pelabuhan Tanjung Emas, Semarang.
c. Masyarakat Belum Sepenuhnya Peduli Terhadap Lingkungan
Sekitar
Salah satu elemen penting dalam Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) adalah masyarakat. Masyarakat
harus memiliki rasa kepedulian terhadap lingkungan guna melindungi dirinya
terutama generasi muda dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.
Semakin tinggi kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, maka upaya penanggulangannya
akan semakin mudah. Peredaran gelap narkoba dapat diatasi apabila ada
kerjasama yang baik antara aparat penegak hukum dengan masyarakat (terutama
RT/RW). Namun seringkali sindikat atau bandar narkoba memilih lokasi atau
tempat yang dianggap aman dan nyaman sebagai tempat tinggal untuk pengedarkan
narkotika.
Dalam beberapa kasus masyarakat justru menghambat aparat penegak
hukum ketika melakukan penangkapan bandar narkotika. Hal ini membuat bandar
narkotika merasa dilindungi sehingga mereka leluasa melakukan
aksi-aksinya. Oleh karena itu, BNN pada setiap kesempatan meminta serta
menghimbau masyarakat untuk ikut berpartisipasi melakukan upaya-upaya
pencegahan di lingkungan masing-masing.
d. Bisnis Yang Sangat Menguntungkan
Indonesia yang kian menjadi surga peredaran gelap narkoba
jaringan internasional patut mendapat perhatian semua pihak. Apalagi dengan
pertumbuhan ekonomi yang kian membaik, maka tingkat permintaan pada barang
haram narkotika juga akan makin meningkat. Dengan demand yang tinggi
tersebut, sindikat internasional akan terus melakukan upaya yang lebih maksimal
untuk menyelundupkan narkotika ke Indonesia.
Meskipun ancamannya adalah hukuman mati, namun sindikat tidak
pernah surut untuk terus menjajah Indonesia dengan barang haram narkotika. Oleh
karena itu harus ada upaya penindakan yang tegas serta dukungan semua pihak
untuk melindungi masyarakat terutama generasi muda dari penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkoba.
Pada awal tahun 2015 di Indonesia, pernah terjadi kenaikan harga
sabu secara drastis. Kenaikan itu disebabkan karena hilang pasokan narkotika.
Pasokan tersebut hilang karena BNN berhasil menangkap pengedar sabu terbesar
Wong Chi Ping dengan jumlah barang bukti yang mencapai 862 kologram.
e. Belum canggihnya peralatan yang dimiliki oleh para
penegak hukum
Untuk mendeteksi penyelundupan narkoba dan komunikasi lewat
jaringan informasi dan teknologi diperlukan alat yang canggih. para pelaku
pengedar narkoba menggunakan berbagai cara untuk memanipulasi barang
selundupannya agar tidak terdeteksi alat X-ray milik petugas baik di bandara
dan pelabuhan. banyaknya modus operandi yang dilakukan para pengedar. dalam
penggunaan IT para pengedar menggunakannya dalam hal menjalakan operasinya agar
tidak terdeteksi oleh aparat penegak hukum seperti contoh penggunaan pesan
terenkripsi, penggunaan sandi-sandi, penggunaan simbol-simbol dll.
f. Lemahnya penegakan hukum dan adanya oknum petugas yang dapat
disuap
Hal ini menjadikan preseden buruk dalam penegakan hukum jika
petugas yang diberikan wewenang menyalahgunakan kewenangannya dalam penegakan
hukum kasus narkotika. banyak sekali petugas penegak hukum yang menerima uang
suap, menjadi backing bandar narkoba, memakai narkoba, bahkan memfasilitasi
peredaran narkoba. dalam hal pencucian uang, banyak penegak hukum yang tidak
faham dan tidak mengerti modus operandinya para pengedar narkoba, hal ini yang
memperparah peningkatan peredaran narkoba di indonesia.
2. PEREDARAN GELAP NARKOBA DI INDONESIA MENINGKAT DAN
TERORGANISIR SERTA UPAYA PENANGGULANGANNYA
PEREDARAN GELAP NARKOBA DI INDONESIA
Pada saat ini Indonesia tidak hanya sekedar menjadi daerah
transit/ lalu lintas Narkoba karena posisinya yang strategis. Jumlah penduduk
yang besar, letak goegrafis yang strategis dan kondisi sosial politik tengah
berada pada proses transisi dimana stabilitas politik dan keamanan masih sangat
labil dan rapuh telah mendorong Indonesia menjadi daerah tujuan perdagangan
Narkoba. Parahnya lagi, beberapa tahun belakangan ini Indonesia juga
diindikasikan sebagai daerah penghasil Narkoba. Hal ini dapat dilihat dengan terungkapnya
beberapa laboratorium narkoba (clandenstin lab) yang cukup besar di Indonesia.
Era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi komunikasi,
liberalisasi perdagangan serta pesatnya kemajuan industri pariwisata telah
menjadikan Indonesia sebagai Negara potensial sebagai produsen Narkoba.
Peredaran Narkoba di Indonesia pada hakekatnya melalui 3 ( tiga ) komponen utama yaitu Produsen, Distributor dan Konsumen. Beberapa lingkungan tempat yang sering menjadi sasaran peredaran gelap Narkoba antara lain Lingkungan Pergaulan danTempat Hiburan ( Diskotik, Karaoke, Pub ), Lingkungan Pekerjaan baik di institusi pemerintahan maupun swasta bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa di lingkungan Polri sendiri di dapati kasus penyalahgunaan narkoba, Lingkungan Pendidikan Sekolah, Universitas/Kampus sangat memungkinkan terdapat peredaran narkoba karena banyak nya interaksi yang terjadi baik antar teman maupun lingkungannya, Lingkungan tempat tinggal Perumahan Asrama, Tempat Kost / rumah kontrakan, Apartemen dan Hotel.
Disamping dari Dalam Negeri, Narkoba juga masih banyak yang didatangkan dari Luar Negeri. Hal ini dapat terjadi melalui pengiriman darat, laut maupun udara.
Peredaran Narkoba lewat darat sering terjadi di perbatasan antara Indonesia dengan Negara sekitar. Hal ini terjadi karena lemahnya sistema dan pengawasan keamanan Indonesia di daerah perbatasan. Para aparat dan petugas yang bekerja diperbatasan tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Serta kebijakan pemerintah yang kurang memperhatikan perkembangan daerah perbatasan telah mengakibatkan kesenjangan yang cukup besar antara masyarakat Indonesia dan daerah perbatasan. Hal ini cendrung mendorong masyarakat local untuk melakukan upaya kriminal dan bukan tidak mungkin membantu atau membiarkan terjadinya peredaran Narkoba untuk mendapatkan keuntungan dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Peredaran Narkoba lewat laut juga termasuk sering dilakukan. Wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah lautan merupakan pintu bagi masuknya Narkoba di Indonesia. Tidak semua wilayah bisa terkawal dengan optimal oleh petugas Polair Polri, TNI Angkatan Laut maupun oleh Departemen terkait lainnya. Belum lagi control yang kurang sangat rentan dimanfaatkan oleh oknum petugas untuk meloloskan Narkoba masuk ke Indonesia, dengan mengharapkan untuk mendapat imbalan ataupun suap.
Peredaran Narkoba melalui udara juga rentan menjadi akses masuk Narkoba ke Indonesia. Walaupun beberapa bandara di Indonesia sudah dilengkapi dengan alat pendeteksi Narkoba yang canggih, namun masih banyak sekali bandara yang belum memilikinya. Apalagi semakin lama modus dan upaya penyelundupan Narkoba ke Indonesia semakin berkembang mulai dari melalui kurir anak – anak dan perempuan sampai dengan cara – cara yang tidak masuk akal seperti menelan Narkoba dengan dibungkus semacam pembungkus khusus untuk menghindari pendeteksian Narkoba oleh petugas.
Peredaran Narkoba di Indonesia pada hakekatnya melalui 3 ( tiga ) komponen utama yaitu Produsen, Distributor dan Konsumen. Beberapa lingkungan tempat yang sering menjadi sasaran peredaran gelap Narkoba antara lain Lingkungan Pergaulan danTempat Hiburan ( Diskotik, Karaoke, Pub ), Lingkungan Pekerjaan baik di institusi pemerintahan maupun swasta bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa di lingkungan Polri sendiri di dapati kasus penyalahgunaan narkoba, Lingkungan Pendidikan Sekolah, Universitas/Kampus sangat memungkinkan terdapat peredaran narkoba karena banyak nya interaksi yang terjadi baik antar teman maupun lingkungannya, Lingkungan tempat tinggal Perumahan Asrama, Tempat Kost / rumah kontrakan, Apartemen dan Hotel.
Disamping dari Dalam Negeri, Narkoba juga masih banyak yang didatangkan dari Luar Negeri. Hal ini dapat terjadi melalui pengiriman darat, laut maupun udara.
Peredaran Narkoba lewat darat sering terjadi di perbatasan antara Indonesia dengan Negara sekitar. Hal ini terjadi karena lemahnya sistema dan pengawasan keamanan Indonesia di daerah perbatasan. Para aparat dan petugas yang bekerja diperbatasan tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Serta kebijakan pemerintah yang kurang memperhatikan perkembangan daerah perbatasan telah mengakibatkan kesenjangan yang cukup besar antara masyarakat Indonesia dan daerah perbatasan. Hal ini cendrung mendorong masyarakat local untuk melakukan upaya kriminal dan bukan tidak mungkin membantu atau membiarkan terjadinya peredaran Narkoba untuk mendapatkan keuntungan dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Peredaran Narkoba lewat laut juga termasuk sering dilakukan. Wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah lautan merupakan pintu bagi masuknya Narkoba di Indonesia. Tidak semua wilayah bisa terkawal dengan optimal oleh petugas Polair Polri, TNI Angkatan Laut maupun oleh Departemen terkait lainnya. Belum lagi control yang kurang sangat rentan dimanfaatkan oleh oknum petugas untuk meloloskan Narkoba masuk ke Indonesia, dengan mengharapkan untuk mendapat imbalan ataupun suap.
Peredaran Narkoba melalui udara juga rentan menjadi akses masuk Narkoba ke Indonesia. Walaupun beberapa bandara di Indonesia sudah dilengkapi dengan alat pendeteksi Narkoba yang canggih, namun masih banyak sekali bandara yang belum memilikinya. Apalagi semakin lama modus dan upaya penyelundupan Narkoba ke Indonesia semakin berkembang mulai dari melalui kurir anak – anak dan perempuan sampai dengan cara – cara yang tidak masuk akal seperti menelan Narkoba dengan dibungkus semacam pembungkus khusus untuk menghindari pendeteksian Narkoba oleh petugas.
3. UPAYA PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA
DI INDONESIA SERTA CONTOH DAN CARA PENYELESAIANNYA
Penanggulangangan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba
wajib dilakukan oleh pemerintah melalui aparat penegak hukum dan fungsi
terkait. Namun demikian peran serta masyarakat dalam menanggulangi Narkoba juga
mutlak diperlukan. Tanpa peran serta masyarakat. Upaya yang dilakukan pemerintah
tidak akan secara maksimal.
Langkah penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba yang dilakukan polri dapat digolongkan menjadi 3 upaya yaitu preemtif, preventif maupun repsesif.
Upaya pre-emtif antara lain dilakukan dengan cara educatif pembinaan dan pengembangan lingkungan pola hidup masyarakat, menciptakan hubungan yang harmonis antar sesama masyarakat dan antara masyarakat dengan Polri melalui upaya penyuluhan dan sambang, meningkatkan kesadaran masyarakat dalam turut serta menjaga keamanan ditengah masyarakat itu sendiri, dan memberikan pencerahan bahwa menggunakan, membeli bahkan sampai memperjual belikan Narkoba adalah perbuatan melanggar norma hukum dan norma agama, serta mengadakan pendekatan solusi usaha mengantikan tanaman ganja yang sering di tanam dengan tanaman pengganti yang lebih memiliki nilai jual tinggi namun tidak melanggar hukum bagi masyarakat petani di Aceh. Disamping itu upaya pre emtif juga dapat dilakukan melalui upaya lidik, pengamanan dan penggalangan. Upaya pre – emtif sebagaimana tersebut diatas dapat dilakukan oleh fungsi Bimbingan masyarakat (Bimmas) dan fungsi intelijen Polri. Disamping itu upaya upaya edukasi, pembinaaan dan pengembangan lingkungan hidup juga dapat dilakukan oleh fungsi Polair terhadap masyarakat perairan dan masyarakat kepulauan di pulau – pulau yang sulit terjangkau.
Upaya preventif dapat dilakukan melalui upaya mencegah masuknya narkoba dari Luar negeri dengan melakukan pengawasan secara ketat di daerah-daerah perbatsan seperti Bandara, pelabuhan laut dan perbatasan-perbatasan darat. Disamping itu untuk mencegah lalulintas Narkoba ilegal di dalam negeri dengan melakukan kegiatan-kegiatan seperti : operasi khusus / razia di jalan – jalan terhadap kendaraan roda 2 dan roda 4 pada daerah rentan lalu lintas Narkoba dengan sistem zig zag sehingga tidak terbaca oleh jaringan pengedar Narkoba, melakukan Razia di tempat-tempat rawan lalulintas narkoba secara ilegal atau tempat-tempat rawan transaksi narkoba seperti tempat – tempat hiburan (Diskotik,karaoke,pub, kafe wareng remang dan lain-lain), mengadakan patroli pencarian sumber Narkoba atau ladang ganja meliputi seluruh wilayah terpencil, mencegah kebocoran Narkoba dari sumber-sumber resmi seperti Rumah sakit, Apotik, Barang bukti dari aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lainya, pencegahan melalui kegiatan penyuluhan, penerangan dan bimbingan tentang bahaya narkoba, dan juga tentang perlunya pengawasan lingkungan oleh masyarakat sendiri terutama keluarga. Upaya preventif ini dapat dilakukan oleh fungsi samapta, lalu lintas, dan lain – lain.
Sedangkan upaya represif berupa upaya penindakan/ penegakan hukum terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dapat dilakukan dengan upaya penyelidikan dan penyidikan secara professional oleh fungsi Reskrim / Res Narkoba Polri. Adapun upaya tersebut dilakukan dengan memperhatikan perangkat hukum yang ada secara maksimal dan tepat sasaran agar tercipta keseimbangan antara perbuatan yang dilakukan dengan sanksi hukuman yang diterapkan serta menindak bagi siapa saja yang menghalangi atau mempersulit penyidikan serta penuntutan dan pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan atau tindak pidana Prekursor Narkotika sebagaimana diatur dalam pasal 138 UU No 35 tahun 2009. Dan perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba termasuk perkara yang didahulukan dari perkara lainya untuk diajukan ke pengadilan untuk penyelesaian perkara secepatnya sesuai pasal 74 UU No 35 tahun 2009 dan pasal 58 UU No 5 tahun 1997.
Disamping hal tersebut diatas dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dari luar negeri, Polri melakukan kerjasama dengan kepolisian Negara lain baik berupa kerjasama antar Negara, kawasan regional ASEAN maupun Interasional melalui Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) melalui wadah Interpol. Kerjasama tersebut dapat berupa bantuan dalam penyidikan tindak pidana Narkoba maupun kerjasama pendidikan melalui Jakarta Center for Law Enforcemet Cooperation (JCLEC) dan United Nation on Drug and Crime (UNODC). Tentu saja kerjasama Polri ini perlu didukung dan ditindak lanjuti oleh pemerintah Negara dengan melakukan kerjasama Government to Government dalam bentuk kerjasama atau perjanjian ekstradisi dan perjanjian bantuan hukum timbal-balik dalam masalah pidana.
Langkah penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba yang dilakukan polri dapat digolongkan menjadi 3 upaya yaitu preemtif, preventif maupun repsesif.
Upaya pre-emtif antara lain dilakukan dengan cara educatif pembinaan dan pengembangan lingkungan pola hidup masyarakat, menciptakan hubungan yang harmonis antar sesama masyarakat dan antara masyarakat dengan Polri melalui upaya penyuluhan dan sambang, meningkatkan kesadaran masyarakat dalam turut serta menjaga keamanan ditengah masyarakat itu sendiri, dan memberikan pencerahan bahwa menggunakan, membeli bahkan sampai memperjual belikan Narkoba adalah perbuatan melanggar norma hukum dan norma agama, serta mengadakan pendekatan solusi usaha mengantikan tanaman ganja yang sering di tanam dengan tanaman pengganti yang lebih memiliki nilai jual tinggi namun tidak melanggar hukum bagi masyarakat petani di Aceh. Disamping itu upaya pre emtif juga dapat dilakukan melalui upaya lidik, pengamanan dan penggalangan. Upaya pre – emtif sebagaimana tersebut diatas dapat dilakukan oleh fungsi Bimbingan masyarakat (Bimmas) dan fungsi intelijen Polri. Disamping itu upaya upaya edukasi, pembinaaan dan pengembangan lingkungan hidup juga dapat dilakukan oleh fungsi Polair terhadap masyarakat perairan dan masyarakat kepulauan di pulau – pulau yang sulit terjangkau.
Upaya preventif dapat dilakukan melalui upaya mencegah masuknya narkoba dari Luar negeri dengan melakukan pengawasan secara ketat di daerah-daerah perbatsan seperti Bandara, pelabuhan laut dan perbatasan-perbatasan darat. Disamping itu untuk mencegah lalulintas Narkoba ilegal di dalam negeri dengan melakukan kegiatan-kegiatan seperti : operasi khusus / razia di jalan – jalan terhadap kendaraan roda 2 dan roda 4 pada daerah rentan lalu lintas Narkoba dengan sistem zig zag sehingga tidak terbaca oleh jaringan pengedar Narkoba, melakukan Razia di tempat-tempat rawan lalulintas narkoba secara ilegal atau tempat-tempat rawan transaksi narkoba seperti tempat – tempat hiburan (Diskotik,karaoke,pub, kafe wareng remang dan lain-lain), mengadakan patroli pencarian sumber Narkoba atau ladang ganja meliputi seluruh wilayah terpencil, mencegah kebocoran Narkoba dari sumber-sumber resmi seperti Rumah sakit, Apotik, Barang bukti dari aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lainya, pencegahan melalui kegiatan penyuluhan, penerangan dan bimbingan tentang bahaya narkoba, dan juga tentang perlunya pengawasan lingkungan oleh masyarakat sendiri terutama keluarga. Upaya preventif ini dapat dilakukan oleh fungsi samapta, lalu lintas, dan lain – lain.
Sedangkan upaya represif berupa upaya penindakan/ penegakan hukum terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dapat dilakukan dengan upaya penyelidikan dan penyidikan secara professional oleh fungsi Reskrim / Res Narkoba Polri. Adapun upaya tersebut dilakukan dengan memperhatikan perangkat hukum yang ada secara maksimal dan tepat sasaran agar tercipta keseimbangan antara perbuatan yang dilakukan dengan sanksi hukuman yang diterapkan serta menindak bagi siapa saja yang menghalangi atau mempersulit penyidikan serta penuntutan dan pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan atau tindak pidana Prekursor Narkotika sebagaimana diatur dalam pasal 138 UU No 35 tahun 2009. Dan perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba termasuk perkara yang didahulukan dari perkara lainya untuk diajukan ke pengadilan untuk penyelesaian perkara secepatnya sesuai pasal 74 UU No 35 tahun 2009 dan pasal 58 UU No 5 tahun 1997.
Disamping hal tersebut diatas dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dari luar negeri, Polri melakukan kerjasama dengan kepolisian Negara lain baik berupa kerjasama antar Negara, kawasan regional ASEAN maupun Interasional melalui Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) melalui wadah Interpol. Kerjasama tersebut dapat berupa bantuan dalam penyidikan tindak pidana Narkoba maupun kerjasama pendidikan melalui Jakarta Center for Law Enforcemet Cooperation (JCLEC) dan United Nation on Drug and Crime (UNODC). Tentu saja kerjasama Polri ini perlu didukung dan ditindak lanjuti oleh pemerintah Negara dengan melakukan kerjasama Government to Government dalam bentuk kerjasama atau perjanjian ekstradisi dan perjanjian bantuan hukum timbal-balik dalam masalah pidana.
4. PERANAN LEMBAGA PEMERINTAH KEMENTERIAN DAN NON KEMENTERIAN
Dalam melaksanakan penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkoba, Polri dapat bekerjasama dengan lembaga pemerintah kementerian
dan non kementerian, seperti Dirjen Bea Cukai, Dirjen Imigrasi, Departemen
Agama, Departemen Pariwisata Seni dan Budaya, Badan Pom, Kejaksaan, Kehakiman,
Badan Narkotika Nasionla (BNN), dan lain – lain.
Dalam UU No 35 tahun 2009 juga dijelaskan bahwa Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN berwenang melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Dan dalam prakteknya Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN dapat melakukan kerjasama dan koordinasi dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Dalam UU No 35 tahun 2009 juga dijelaskan bahwa Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN berwenang melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Dan dalam prakteknya Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN dapat melakukan kerjasama dan koordinasi dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
5. PERAN SERTA MASYARAKAT
Masyarakat memiliki
kesempatan yang seluas – luasnya untuk berperan serta membantu pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba sesuai dengan pasal
104 UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan pasal 54 UU No 5 TAHUN 1997
tentang Psikotropika.Peran serta masyarakat dapat dilakukan melalui upaya mencari, memperoleh dan memberikan informasi, menyapaikan saran dan pendapat serta memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya mengenai adanya dugaan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba.
Selain hal tersebut diatas, peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan berbagi cara sesuai dengan lingungan dengan mewujudkan keluarga yang harmonis dan lingkungan sosial yang sadar akan bahaya Narkoba. Hal ini juga dapat dilakukan oleh masyarakat melalui jalur/ lingkungan pendidikan, kegiatan keagamaan dan kegiatan sosial masyarakat lainnya.